NOVEL PERTAMA_KU Bagian 6 '' jika revolusi menang''



                  VI

Jika revolusi menang

Semua manusia pasti memiliki tokoh yang di kagumi dan berusaha mereka tiru,setitik pun itu. baik musisi,sastrawan,pelukis,olahragawan,bahkan tokoh politik. Dan di masa saat revolusi sedang berkobar-kobar seperti sekarang,tokoh-tokoh politik menjadi subjek yang paling laku untuk di jadikan idola.
Di desa lubang buaya,tempat berkumpulnya para relawan dan aktivis segala macam partai-terutama sayap kiri- ini pun sedang di ributkan oleh ocehan-ocehan para relawati yang saling sibuk membanggakan tokoh idola-nya.

‘’Ketua Aidit dong nduk,sudah orangnya revolusioner,ngganteng lagi. Jenenge kae istrine?? ’’ Jerit seorang perempuan gendut yang sedang berkumpul sambil gresek-gresek menjahit seragam buat para relawan.
‘’ah,klo aye tetep lek nyot mbok’’jawab gadis bertelinga caplang. ucapannya langsung di serbu gemuruh cemoohan dari mulut mulut berbau tak sedap itu.
‘’pagemana kalo jendral dani?’’mereka terkikik lagi.
‘’kalau kowe siapa nduk?’’tanya si gendut kepada se-sosok gadis ayu yang dari tadi diam saja tanpa ekspressi.
Si gadis mendongak dan sibuk menelengkan kepalanya ke sana kemari. Ia seakan meminta pertolongan dari wanita-wanita yang lain agar ia tidak di bawa-bawa dalam masalah ini.
Karna bingung,gadis itu kalut dan berlari keluar dari perkemahan menjahit. Beberapa wanita langsung berdiri dan menyusul si gadis. Sementara si gendut menjadi bulan-bulan’an rombongan wanita yang tetap duduk.

‘’kowe cari masalah ya yem?’’sembur wanita yang terlihat paling tua. Di sela bibirnya terselip daun berwarna hijau kemerah-merahan.
Si gendut iyem bungkam seribu bahasa.
‘’kowe lupa? Si mila iku kan pernah di buntingin orang. Lah mau tentara,polisi,hansip,lah terserah. Pokoke dia bunting. Lupa kowe yem?’’
‘’Nah. Gara-gara bunting itu kan si mila gagal kawin. Calon suaminya yang dulu kan sekarang jadi orang penting PKI yem. Kowe lupa yem?’’

Si gendut iyem tertunduk diam. Ia tidak bermaksud menyindir mila. Ya,karna memang pendidikan kurang sajalah dia secara tidak sadar telah menyindir si mila.
Di depan pintu masuk perkemahan yang terbuat dari kain berwarna hijua telah berdiri seorang wanita berusia akhir 20’an. Dia melangkah cepat kearah iyem.

‘’dasar kau!sudah sering kau di peringatkan supaya jangan banyak omong! Tapi tetap saja. Mesti bagaimana lagi supaya kau sadar bahwa mulut kau itu beracun!hah!’’ wanita galak itu berdiri di depan iyem sambil menunjuk-nunjuknya.
Iyem dan semua wanita yang ada di situ terpekur menontoni lantai. Terus begitu sampai si wanita galak itu pergi.

‘’haduh,tuh kan yem,laen kali ati-ati ya’’wanita tertua akhirnya membuka mulut merah-nya.
‘’Mbak peni iku kan pejuang Gerwis yem. Dia bareng konco-konco’e orang pinter yem. Jadi apa yang dia bilang mesti bener. Nah,kowe patuhin itu.’’
Mulut si tua Bangka ini memang menyebalkan,tapi iyem tidak berpikir seperti itu. iya meng-amini apa apa yang telah di ucapkan si tua Bangka itu. si gendut iyem hanyalah gadis desa yang kurang pendidikan.

Di balik pohon karet tergemuk di desa lubang buaya dan di samping rumah haji kisroen yang berdinding tepas dan beratap jerami terdapat sederetan bambu yang di tempelkan di antara celah kosong dua pohon karet yang masih muda. Bambu-lincak- ini di tempelkan oleh dipa dan kawan-kawan’nya atas permintaan mbak peni.
Mbak peni sering duduk sendirian di lincak itu sambil membaca buku-buku tebal yang bisa di gunakan-nya pula untuk melempar kepala anjing liar sampai mati. Tapi kali ini mbak peni tidak sendirian,dan tidak juga sedang membaca buku tebal. Kali ini ia bersama mila duduk di lincak itu. sedangkan dipa bersandar di pohon karet tergemuk atas perintah mbak peni. Maksudnya jikalau mbak peni atau mila butuh apa-apa,mereka bisa langsung menyuruh si dipa. Ya,dipa memang sudah di kenal dilubang buaya ini dengan sebuah nama julukan. Ajudannya mbak peni.

‘’Sudah nduk. Lelaki itu tidak akan menjadi penting jika kita,para perempuan bisa menjadi orang penting. Inget itu nduk. Jadi jangan pernah bosan untuk belajar.’’ Sambil berbicara seperti itu,ujung mata mbak peni melirik ke tempat berdirinya si dipa. Tidak enak juga kalau terdengar olehnya.

‘’kita nduk, sebenarnya lebih punya hak untuk membuat lelaki berada di bawah kaki kita. Ya karna itulah ada istilah surga di telapak kaki ibu kan nduk? Pernah dengar kan nduk? Mbak peni menunuduk untuk mencari mata basah si mila.

‘’Nanti nduk. Jika revolusi kita menang melawan nekolim dan kita di tempatkan di pemerintahan,kita buat undang undang untuk menguatkan harkat feminisme. Gimana nduk?
‘’nanti kita cari itu si anwar,kita suruh dia menjilatin kaki kamu nduk.’’ Mbak peni terkikik dan memeluk-meluk tubuh si mila yang kurus. Lalu tangannya sibuk memperbaiki poni mila yang awut-awutan.
‘’tapi Gerwani kan bawahannya PKI mbak,gimana caranya si anwar bisa tunduk sama kita mbak?anwar kan orang penting PKI.’’mila mulai tertarik untuk berbicara akibat nama anwar di bawa-bawa.
‘’siapa yang bilang nduk? Ibu ummi dan yang lain memang dekat dengan PKI,dekat dengan pak nyoto,tapi semata-mata ya karna tujuan dan cita-cita yang sama. Memang sih ada niatan berafiliasi dengan PKI di kongres ke lima nanti. Tapi masih banyak perdebatan kok. Jadi untuk apa kita memusingkan hal yang belum terjadi?iya ga nduk?’’

Kali ini mbak peni menusuk-nusuk pipi mila dengan jarinya. Tidak bertahan lama,pertahanan mila pun jebol.ia tersenyum lalu balas mencubit pinggang mbak peni. Mereka berdua terkikik kikik seperti sepasang kuntilanak yang sedang bermain-main.

Apa mereka nganggep gue hantu ye?ga keliatan ye? Dipa mendongkol karna di cuekin. Lama-lama kebosanannya memuncak. Ia mengendap-ngendap dan berlari sekuat tenaga ke arah perkemahan relawan pemuda rakyat yang berjarak beberapa ratus meter dari tempat mereka. Mbak peni yang terlambat menyadari,langsung berdiri dan mendelikkan matanya yang bulat seperti kucing. Namun ia kembali duduk dan tersenyum kepada mila. ‘’seperti itulah lelaki’’ selalu kabur jika perempuan sudah menjadi kuat’’ katanya. Mereka berdua berdiri. Menatap mentari sore yang cahaya-nya samar-samar menembus di antara celah pepohonan karet yang rindang. Hari yang tenang di tempat yang ‘’masih” tenang.

                                                                *

Categories: Share

Leave a Reply