NOVEL PERTAMA_KU Bagian 3 ''Pertemuan yang membingungkan''
III
Pertemuan yang Membingungkan
Gedung
Aula merdeka bertempat di posisi yang sangat strategis di dalam halim. bertempat
di belakang gedung puskom yang menutupinya dan di kelilingi segala jenis
pepohonan yang rindang. Bahkan akar-akar pohon kapas sangat dekat dengan atap
gedung ini. Jika siang,di sekitar gedung ini ramai di penuhi bintara bintara
muda yang asik bercanda. Kenyamanan dan keteduhan tempat ini memang menarik
perhatian. Namun itu siang,jangan tanyakan ketika malam. Kalau saja tidak karna
ada rapat ini,tak akan ada yang mau berkeliaran di sekitar gedung ini.
Sekitar
pukul 19.15, radja sampai di depan aula merdeka. Di bagian kanan gedung telah
berjejer rapi beberapa sepeda dan mobil jeep
yang biasanya milik para perwira tinggi.
‘’Kenapa
tidak ramai’’pikirnya. Di depan pintu masuk aula berdiri seorang prajurit udara
dan seorang lagi duduk di meja piket dengan buku tulis panjang di hadapannya.
‘’Nama
dan pangkat pak?’’tanya yang berdiri. Kebetulan ini kan bukan di dalam jam
dinas. Jadi rata-rata tamu yang datang hanya mengenakan pakaian sipil.
‘’Sersan
udara Radja putramarhaen dari kesatuan PPP.’’
Lalu,prajurit
yang duduk terlihat memeriksa buku di depannya dan menganggukkan kepala ke
prajurit yang berdiri.
‘’Silahkan
masuk pak.’’ujar si prajurit sambil membuka pintu masuk.
‘’Terlalu
tegang ’’pikir radja.
Ia
melangkah masuk ke dalam ruangan di liputi dengan perasaan kurang nyaman. Ntah
karna baru bertemu si gadis berbahaya atau karna lampu ruangan yang di pasang
dengan watt yang tidak memadai.
Ruangan
aula cukup lebar. Dindingnya di cat berwarna biru lambang kesatuan AURI. Namu
cahaya lampu yang lemah membuat biru yang seharusnya cerah menjadi biru laut
yang mencekam.
Di
bagian terdepan terdapat papan tulis berukuran besar. Duduk menghadap papan
tulis,setiap tamu tanpa suara yang sedang mashuk mendengarkan omongan dari
orang yang berdiri di samping papan tulis. Ia cepat bergegas ke salah satu
bangku besi yang masih kosong. Di sampingnya duduk seorang perwira berkumis yang
sudah cukup di kenalnya. Perwira ini hanya meliriknya sebentar lalu kembali
menatap ke arah papan tulis. Dingin tatapannya.
‘’Maaf
pak,saya terlambat.’’ujarnya sambil duduk.
Si
perwira tidak menjawab,ia hanya menganggukkan kepala tanpa melihat sama sekali
ke arah radja. Sungguh sikap seorang perwira tinggi,ejek radja dalam hati.
Tamu
yang hadir di ruangan itu tidak banyak. Walau tidak bisa di hitung dengan jari
tangan,tapi cukuplah bila di tambah menghitungnya dengan jari kaki.
Hanya
ada 15 orang yang duduk dengan wajah tegang. Satu orang yang tidak pernah di
lihatnya berdiri di samping papan tulis sambil men-dongeng. Sementara dua yang
lain-yang juga tidak ia kenal-duduk tersenyum-senyum di atas meja,di samping
papan tulis. Sangat tidak sopan.
‘’Baiklah
kawan-kawan semuanya. Ada pertanyaan?’’lelaki yang berdiri mengajukan
pertanyaan kepada para tamu dengan gaya yang sangat memuakkan menurut radja.
‘’kawan?’’apa-apaan orang ini?,pikirnya.
Seorang
lelaki setengah baya berdiri dan berbicara dengan aksen yang aneh. Itu Major
udara alex manuhutu. Radja mengenalinya.
‘’kawan
pimpinan. Penjelasan anda sudah cukup rinci. Namun masih ada beberapa rencana
yang terasa ganjal buat kami semua’’ ucap sang perwira dari Maluku ini.
Pikiran
radja yang memang sedang kalut entah karna apa semakin bertambah bingung. Dia
mulai menerka-nerka apa sebenarnya maksud pertemuan ini.
Satu
jam kemudian akhirnya pertemuan selesai.
Radja merasa pusing,tatapannya nanar. Ingin rasanya ia mendatangi si lelaki
sipil bertampang arab itu dan mengajukan sejuta pertanyaan.
Begitu
ganjil percakapan di pertemuan ini pikirnya. Tiba-tiba saja bahunya di tepuk
seseorang. Ia hampir saja melonjak kaget,sebelum ia melihat siapa yang
menegurnya.
‘’Hormat
pak.’’ Ujarnya seketika.
Lelaki
itu adalah major Soedjono. Komandan PPP yang berarti adalah atasannya langsung.
‘’Jadi
kan kau menginap di rumah saya?’’ tampang si penegur tetap dingin walaupun
seharusnya ia menunjukkan tampang ramah karna ia berada dalam posisi si
pengajak.
‘’Siap
pak!’’jawab radja kembali menaikkan tangannya sejajar dengan pelipis. Tanda
memberi hormat.
‘’Baik.
Kita berangkat sekarang. Titip saja sepeda-mu dipuskom. Kita naik mobil saya
saja.’’perintahnya.
Setelah
menitipkan dan menggembok sepedanya di parkiran puskom,radja dan si major
melaju bersama jeep-nya menembus kegelapan malam yang tiba-tiba terasa dingin
di jalan berliku kompleks halim perdana kusuma.
*