NOVEL PERTAMA_KU Bagian 5- Engkau NAS-A- atau KOM?
V
Engkau Nas-A-atau Kom?
Hari
ini mungkin akan menjadi salah satu hari terindah bagi radja. Setelah
bertahun-tahun memendam impian di dalam kamar tidurnya,kini, ia sedikit
melangkah maju menuju impian tersebut. Semalam,kolonel soegeng mengabarkan
padanya,bahwa anak gadisnya yang sedang tumbuh mekar-mekarnya itu ingin mencari
buku di toko buku merdeka yang berada di sekitar jalan medan merdeka. agak di
pojok lapangan merdeka dan tidak jauh dari markas besar AURI.
Entah
karna setan apa, si gadis yang berkuliah di depok dan selalu pulang setiap
akhir pekan ini tiba-tiba tidak di izinkan bepergian sendirian hari minggu
besok. ‘’Firasatku tidak enak’’keluh sang kolonel kepadanya. Tentu saja radja
langsung menawarkan dirinya dengan wajah bersemi kepada ayah angkatnya ini.
Dan
memang itulah sebenarnya alasan sang kolonel datang ke rumah radja. Radja sudah
seperti abang kandung si gadis mekar. Hanya radja lah lelaki yang saat ini bisa
di percaya pikir sang kolonel.
‘’aku
heran mas. 6 hari aku tinggal di depok ndak apa-apa. Eh,ke lapangan merdeka
yang deket gini kok di cemasin ya.’’keluh si gadis saat mereka duduk ber-istirahat
di bawah pohon akasia di samping toko buku.
Radja
enggan menjawab. Dia sedang asik menikmati sebuah anugrah tuhan yang tersaji di
depan matanya. Mari,kita perkenalkan gadis ini dahulu.
Namanya
Aidha soekmawati. Cukup di panggil ai saja. Gadis ini tergolong gadis yang
bertubuh tinggi. Tidak gemuk,sedikit kurus,cocoklah dengan tinggi badannya.
Kulitnya kuning langsat tanpa cacat. Jika sepintas di lihat,ia seperti memiliki
darah orang arab. Mungkin karna hidungnya yang bangir dengan tulang hidung
bagian atas yang tinggi. Bibirnya tipis kemerahan,namun ia punya senyum lebar
yang kadang menggelikan untuk di lihat. Alisnya cukup tebal untuk ukuran seorang
wanita. Dan matanya,matanya yang teduh dengan bulu mata-nya yang tebal-lah yang
telah meluluhkan hati radja. Ada garis hitam di bawah matanya,terlihat
mencolok,mungkin karna kecapaian atau kurang tidur.
Ai,
sedang melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia. Ia memilih fakultas
kedokteran yang memang sedang nge-TOP di mana-mana. Ia selalu merasa dirinya
pintar. Namun tidak buat radja,ia terlalu polos. Ia sering tidak menyadari jika
ia sedang di bohongi. Sebutan orang Pintar bukan hanya untuk orang-orang yang memenangkan
sebuah pelajaran berhitung saja. Orang pintar adalah orang yang berwawasan luas
dan memahami filsafat kehidupan. Menurut radja.
‘’ai,aku
dengar dari ayah,kau sudah masuk organisasi kampus ya?sedang sibuk-sibuknya di
sana,HMI pula,benarkah?’’radja berbicara tanpa melihat ai.
mungkin
ia sedang meniru tingkah laku Actor film nekolim yang pernah di tontonnya.
‘’ya
mas. Orangnya asik asik mas. Baik-baik’’
‘’tapi
yang mas dengar,di mana-mana HMI sedang bersitegang dengan CGMI,Nanti kau
kenapa-kenapa bagaimana?
‘’di
kedokteran,CGMI tidak maju mas. Lah mereka kan anak-anak kaum proletar,gimana
mau kuliah di sana?’’ejekan ai barusan akan menyakitkan hati orang-orang
komunis jika mereka mendengarnya. Tapi anehnya,radja tidak menemukan tampang
orang yang sedang menghina di wajah ai.
‘’tapi
orang-orang GMNI terlihat memusuhi kami. Dasar komunis.’’lanjut ai polos.
‘’lah,GMNI
kan dari golongan nas, kok ai bilang mereka kom? Tanya radja sungguh-sungguh.
‘’Sama
saja mas. Nas sama kom itu. sama-sama merah kan benderanya.’’sebuah jawaban
yang sangat picik pikir radja.
‘’Siapa
yang bilang seperti itu ai?’’
‘’Senior-senior
di kampus lah mas’’ jawab ai sumringah.
Mendengar
kata senior di ucapkan dengan wajah seperti itu membuat perasaan radja
bergejolak. Mata kirinya berkedut. Cemburu?ah,masa gara-gara itu cemburu
pikirnya. Atau mungkin aku memang tidak menyukai golongan A?apa racun pak djono
sudah merasuki darahku?pikiran radja bekerja ekstra keras untuk menjawabnya.
‘’kenapa
mas?’’jangan bilang mas sudah jadi kom ya’’ai menggoda sambil mencubit pinggang
radja.
Radja
terpekik dan berusaha menghindar,lalu ia berlari ke dalam toko buku yang
menjadi tujuan utama mereka. Ai tersenyum-senyum memandanginya dari jauh.
Toko
buku itu tidak terlalu besar. Namun raknya yang terbuat dari kayu mahoni di
susun rapat dengan buku yang padat. Sang penjaga yang berumur kira-kira
setengah abad dengan kacamata minus itu mendatangi mereka berdua. Menanyakan
buku apa yang mereka cari dan segera pergi ke dalam sebuah ruangan. Tak lama ia
datang membawa sebuah buku tebal bersampul buruk dan menyerahkannya kepada ai.
‘’akhirnya
dapat juga mas. Ah senangnya’’senyum lebar menggelikan itu muncul juga
akhirnya.
‘’ikhwanul
muslimin?hassan al banna?’’ Tanya radja berbasa basi sambil melirik sampul
buruk dari buku itu,sebenarnya ia tidak peduli buku apapun yang di beli ai. ia
hanya ingin kebersamaan ini tak pernah berakhir.
‘’iya
mas, pergerakan PAN-muslimin. Ada senior-ku yang mencari buku ini sejak
lama.’’jawab ai sambil menatap sendu ke arah radja.
‘’brengsek!sialan!setan
alas!hantu blau!bangsat!segala macam makian meledak juga akhirnya. Namun tidak
sampai keluar,hanya di dalam hati-nya saja. Lagi-lagi senior!senior! dasar HMI
brengsek!
‘’setelah
ini kita langsung pulang kan?’’tanya radja dengan bibir yang hampir tak
bergerak.
‘’ayuk
ayuk!’’jawab ai tak merasa berdosa sedikitpun.
Setelah
membayar di kasir,mereka berjalan berdampingan menuju ke pelataran parkir.
Namun ada yang ganjil jika orang melihat pasangan ini. Yang satu berjalan dengan
dada membusung namun berwajah masam dan satunya lagi berjalan riang dengan
tangan melambai-lambai di udara. Matahari sore yang sedang terik-teriknya
mengiringi kepulangan mereka ke halim. Ternyata ini bukan hari yang indah,batin
radja menjerit.
*